Rabu, 06 November 2013

Budaya Organisasi Unjuk Rasa di Perusahaan


LATAR BELAKANG

Unjuk rasa karyawan telah terjadi di berbagai perusahaan, di berbagai tempat di
wilayah Republik Indonesia, yang beritanya dapat dibaca di berbagai media cetak serta yang dapat dilihat dan didengar melalui media elektronik televisi dan radio. Kasus-kasus unjuk rasa karyawan perusahaan terkait erat dengan budaya organisasi yang memperhatikan manusia sebagai sumber daya dan aset perusahaan dalam mencapai tujuan dan mencari untung untuk kesejahteraan bersama yaitu pengusaha dan seluruh karyawan yang sekaligus dapat diharapkan untuk kemakmuran masyarakat disekitarnya dan seluruh bangsa Indonesia.
Para
pengusaha dan karyawan perusahaan perlu menyadari bahwa unjuk rasa
walaupun tidak dilarang, namun berpengaruh bagi kelancaran operasional bahkan merugikan usahanya. Para pengusaha dan karyawan seyogyanya menghindari perilaku konfrontatif dan destruktif, karena pengusaha dan karyawan merupakan mitra kerja yang seharusnya selalu menggalang kerja sama yang erat dalam mengemban tugas perusahaan berjalan seiring dan sejalan, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Kalau pengusaha dan karyawan perusahaan dapat rukun dalam bekerja dan dapat membagi keuntungan yang tidak menimbulkan kesenjangan menurut kemampuan perusahaan, maka sebenarnya unjuk rasa tidak perlu terjadi.

Krisis ekonomi yang melanda negara kita, berimbas pada dunia usaha yang menjadi semakin lesu dan semakin memburuk. Kondisi perusahaan dari hari ke hari semakin tidak menentu dan berdampak langsung pada karyawan sebagai sumber daya manusia yang selama ini menopang lajunya perusahaan.

Banyak perusahaan yang melakukan perampingan struktur organisasi dengan cara
mengurangi unit kerja (biro, departemen, divisi) yang dinilai tidak terlalu efektif dan
hanya memboroskan uang perusahaan. Akibatnya karyawan terancam pemutusan
hubungan kerja (PHK). Pengurangan jam kerja dan sebagainya sebagai upaya agar
perusahaan masih bisa terus berlanjut melakukan usahanya walaupun kinerjanya
bagaikan kapal tak laik laut.

Sementara itu peraturan-peraturan yang mengatur tentang tenaga kerja telah menyita perhatian yang cukup besar dari pemerintah, terutama setelah masyarakat kita semakin lantang dalam menyuarakan haknya melalui wakil-wakil rakyat maupun melalui
demonstrasi yang mereka lakukan.

Mengapa terjadi begitu banyak protes dari buruh atau pekerja terhadap pemerintah ? Bila kita kaji lebih dalam ternyata masih terlihat adanya penyelewengan atau ketidakadilan dalam pelaksanannya, padahal tenaga kerja adalah salah satu faktor
terpenting dalam perusahaan yang perlu mendapatkan perhatian khusus agar mereka
mendapatkan hak mereka dengan baik dan benar. Apabila kebutuhan pekerja sudah
tercukupi, secara otomatis kinerja mereka akan menjadi baik juga, dan hal ini pasti
menguntungkan perusahaan. Pemenuhan kebutuhan pekerja tidak dapat dilepaskan dengan hak dan kewajiban.

Karyawan dapat menuntut haknya secara layak apabila mereka telah melakukan
kewajibannya dengan baik. Demikian juga pemilik perusahaan tidak bisa hanya
mengharapkan keuntungan sebesar-besarnya melalui kesetiaan, kesungguhan, kejujuran
dan kerja keras dari karyawannya saja, tetapi pemilik atau pemimpin perusahaan harus
memenuhi kewajibannya membayar secara layak kepada karyawannya sehingga mereka
merasa senang dan tenteram bekerja diperusahaan.

Pada akhir-akhir ini sangat dirasakan oleh masyarakat, adanya sikap karyawan atau pekerja di perusahaan yang seakan-akan terkesan terlalu memaksakan kehendaknya
kepada pemilik/pimpinan perusahaan untuk membayar lebih tinggi atau memberikan
berbagai tunjangan walaupun perusahaannya dalam keadaan semakin kolap.

Demonstrasi yang semakin marak dilakukan oleh pekerja dari hari ke hari terasa
semakin menyudutkan pihak pengusaha, banyak kalangan yang menilai bahwa pengusaha
semakin tidak memperhatikan pekerja, menelantarkan pekerja dan berusaha untuk
membayar pekerja dengan upah sekecil mungkin.

PERMASALAHAN

Memperhatikan latar belakang permasalahan unjuk rasa di berbagai perusahaan, maka hal-hal yang menjadi pokok permasalahan dalam penulisan yang berorientasi pada budaya organisasi ini dapat dirumuskan sebagai berikut :

1. Apa hubungan unjuk rasa dengan budaya organisasi ?
2. Mengapa terjadi unjuk rasa ?
3. Bagaimana cara mengatasi unjuk rasa ?
4. Bagaimana peran pengusaha dan karyawan ?

PEMBAHASAN

1.      Hubungan Antara Unjuk Rasa Dengan Budaya Organisasi

Permasalahan unjuk rasa di perusahaan tidak dapat dipisahkan dengan budaya
organisasi karena dalam konsep budaya organisasi utamanya dari unsur budaya salah
satunya terfokus pada respons terhadap permasalahan yang menyangkut tentang bentuk
adaptasi manusia, dan suatu cara-cara yang digunakan sejumlah populasi manusia untuk
mengorganisasikan kehidupannya di bumi. Antara individu dan organisasi terdapat suatu analogi, dimana individu merupakan ciptaan biologis dan organisasi merupakan ciptaan sosial. Individu memiliki pengharapan hidup yang tidak terbatas dan siklus hidup yang berbasis biologis, sedang organisasi tidak. Organisasi pecah terhimpun kembali, tumbuh dan tenggelam, sedang individu mengenal keberagaman penguasaan, kepemimpinan, ekspansi dan pencinta.

Dalam kasus unjuk rasa di berbagai perusahaan, dalam teori dapat dipahami bahwa budaya organisasi sama dengan budaya rejional. Pribadi yang sama dalam organisasi yang berbeda akan bertindak dengan cara yang berbeda. Budaya organisasi merupakan bagian dari jaringan budaya yang sedang berlaku. Dalam suatu tatanan analisis, budaya organisasi adalah suatu macroculture yang memungkinkan identitas budaya kelompok muncul. Dalam tatanan analisis lain, budaya organisasi adalah
sebuah micro yang lebih luas.

Rumusan tentang pengertian budaya organisasi adalah nilai-nilai dominan yang didukung oleh organisasi, yang dapat menggambarkan tentang cara-cara melakukan suatu pekerjaan di tempat tertentu serta asumsi kepercayaan dasar yang terdapat di antara anggota organisasi. Budaya organisasi adalah suatu system pengertian yang diterima bersama, yang mengaplikasikan adanya dimensi dan karakteristik tertentu yang berhubungan secara erat dan interdependen.

Ciri - ciri dari budaya organisasi adalah adanya : (1) Inisiatif individu, (2)
Toleransi terhadap tindakan beresiko, (3) Arah organisasi yang jelas sasarannya, (4)
Integrasi, (5) Dukungan dari manajemen, (6) Kontrol, (7) Identitas, (8) Sistem imbalan,
(9) Toleransi terhadap konflik, (10) Pola-pola komunikasi.

Budaya organisasi mempunyai sifat yang sama, yang memiliki sub budaya di dalam budaya tertentu. Keseragaman dalam budaya organisasi, secara dominan mengungkapkan nilai inti yang dipunyai bersama dari sebagian besar anggota organisasi. Sub budaya pada organisasi cenderung berkembang pada organisasi-organisasi yang besar yang mencerminkan masalah bersama situasi dan pengalaman yang dihadapi para anggota. Apabila keseragaman tidak terlihat dominan yang ada hanya pengaruh budaya terhadap keefektifan organisasi, sehingga konsistensi didalam perilaku kurang begitu jelas.
Budaya dalam organisasi dirasakan sebagai kekuatan inti yang dapat mempengaruhi perilaku anggota organisasi serta dapat digerakkan dan diatur dengan baik sehingga kekuatan organisasi dapat dirasakan bersama oleh seluruh komponen dalam organisasi bahkan juga dapat dirasakan oleh lingkungan disekitar organisasi.
Yang menjadi sumber daya organisasi adalah para pendiri, yang telah memiliki visi dan misi sebagai wawasan menuju masa depan organisasi yang lebih baik. Oleh sebab itu budaya organisasi yang telah membuat organisasi dikenal di masyarakat perlu
diperhatikan dan disempurnakan melalui proses seleksi dan sosialisasi serta dipandu
dengan perilaku manajemen puncak secara nyata. Untuk menyebar luaskan budaya
organisasi dapat ditempuh melalui kegiatan-kegiatan ritual, dengan simbol material, dan
dengan bahasa.

Organisasi dapat dikelola atau tidak, merupakan suatu teka-teki yang perlu dicari
pemecahannya. Bagi mereka yang berpendapat bahwa organisasi dapat dikelola, akan
berupaya untuk dapatnya mengubah budaya-budaya organisasi yang tidak sesuai dengan
tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Berbagai budaya dalam organisasi perlu
diperbaiki dan disempurnakan misalnya : Perbaikan gaya kepemimpinan untuk
menangani pegawai yang tidak bermotivasi, atau membimbing manejer untuk mendisain
kembali sistem kontrol yang tidak memadai. Bagi mereka yang berpendapat bahwa
perusahaan tidak dapat dikelola, melihat bahwa organisasi relatif stabil dan secara tidak
langsung menyatakan bahwa manajemen sukar untuk mengubah organisasi yang relatif
sudah stabil.

Ada beberapa faktor situasional yang perlu diperhatikan dalam mengubah budaya
organisasi antara lain adalah : (1) Terjadinya krisis yang drastis, (2) Pergantian pimpinan,
(3) Tahap daur hidup, (4) Umur organisasi bersangkutan, (5) Ukuran organisasi, (6)
Kekuatan budaya organisasi yang berlaku, (7) Tidak adanya sub - budaya dalam
organisasi.

2. Tuntutan Pekerja Terhadap Perusahaan.

Dalam masa krisis ekonomi seperti sekarang ini, buruh tetap memiliki hak penuh atas upahnya. Ada perusahaan tertentu yang mengambil kebijakan untuk menaikkan gaji
karyawan pada level bawah dan pemotongan gaji untuk level atas atau staf direksi.
Kebijakan ini diambil dengan memperhatikan kondisi saat ini, buruh harian atau pekerja
level bawah dianggap lebih berat dalam menanggung biaya hidup sehari-hari.

Dalam hukum perburuhan disebutkan bahwa buruh tidak kehilangan haknya atas upah yang ditentukan menurut jangka waktu, jika ia telah bersedia melakukan pekerjaan yang dijanjikan, tetapi pengusaha tidak menggunakannya, baik karena salahnya sendiri maupun karena halangan yang kebetulan mengenai dirinya sendiri (KUH Per pasal 1602d).

Dalam krisis ekonomi, kasus PHK saat ini juga lagi menjadi sorotan karena begitu
banyak perusahaan yang tidak mampu lagi mempekerjakan karyawannya. Dalam
perselisihan yang terjadi antara pekerja dan pengusaha beberapa orang buruh bersama-sama dapat menuntut majikan di muka Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4). Seringkali yang diajukan ke pengadilan adalah kasus antara pekerja dengan pihak
perusahaan. Pekerja seringkali merasa diberhentikan secara sepihak. Perselisihan yang
terjadi seharusnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan oleh dua pihak yang berselisih.

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh perusahaan swasta tidak bisa
dilakukan dengan sewenang-wenang, ada peraturan yang mengatur tentang pemutusan
hubungan kerja ini (UU no.12 tahun 1964). Perusahaan swasta sebagai organisasi
komersial yang tujuan utamanya untuk melakukan kegiatan usaha melalui sumber-sumber yang dia miliki juga memiliki ketentuan-ketentuan untuk mengatur tentang tenaga kerja. Penerimaan tenaga kerja pada perusahaan komersial atau swasta tentu berbeda dengan sistem penerimaan pegawai pada perusahaan negara. Hal ini diatur dalam UU nomor 14 tahun 1969 tentang ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja.

Kasus PT. Maspion sebagai perusahaan yang cukup besar tidak mengadakan
pemutusan hubungan kerja ataupun memotong gaji karyawannya, tetapi PT. Maspion
tetap membayar upah karyawannya seperti biasa. Walaupun tidak ada PHK dan upah
tetap di bayar, di PT. Maspion tetap terjadi demonstrasi secara besar-besaran yang
dilakukan oleh pekerja PT. Maspion sendiri. Demonstrasi yang dilakukan berhari-hari
oleh para pekerja PT. Maspion sempat membuat repot pihak keamanan maupun pihak
DPRD tingkat I Jatim, karena mereka mengadukan persoalan mereka kesana.

Sebelumnya pimpinan PT. Maspion telah mengancam para karyawan jika sampai 6 hari mereka tetap unjuk rasa dan tidak masuk kerja, maka mereka terancam Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), namun pihak pekerja seakan tidak gentar dengan ancaman ini,
mereka bahkan mengancam akan melakukan tindakan lain yang lebih parah bila mereka
akan di PHK secara massal.

Gabungan dari pekerja PT. Maspion yang jumlahnya sangat banyak, sangat
merepotkan aparat keamanan yang menjaga ketat dan menghadang para pekerja yang
akan menuju kantor DPRD. Unjuk rasa yang dilakukan oleh para pekerja PT. Maspion
unit I, II, III, IV dan V memecahkan rekor di Jatim, baik dilihat dari segi jumlah pesertta
demonstrasi maupun lama unjuk rasa yang dilakukan oleh para pekerja PT. Maspion.

Melihat situasi ini Kanwil Depnaker mengundang pihak perusahaan dan wakil pekerja PT. Maspion untuk melakukan sidang P4D (Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah). Didalam sidang P4D, pekerja mengajukan syarat agar tidak diikuti oleh pihak SPSI, alasannya pengurus SPSI di masing-masing unit PT. Maspion sudah tidak bias dipercaya lagi. Yang dimaksud dengan pekerja adalah mereka yang mencari nafkah dengan melakukan suatu pekerjaan tertentu yang berhak atas pekerjaan, penghasilan dan juga perlakuan yang layak bagi kemanusiaan (UU nomor 14 tahun 1999, bab II pasal 3).

Demonstrasi yang dilakukan oleh pekerja tidak sepenuhnya salah, karena pekerja juga mempunyai hak mogok, demonstrasi, dan lock-out yang semuanya telah diatur dengan peraturan perundang-undangan. Demonstrasi yang dilakukan oleh para pekerja harus tetap berada dalam jalur yang benar.

Dalam buku Pedoman Pelaksanaan HIP ( 1987 ) mogok adalah tindakan yang
dilakukan oleh pekerja terhadap pengusaha dengan tujuan memaksa pengusaha atau
perusahaan untuk memenuhi tuntutan atau sebagai tindakan solidaritas untuk teman
sekerja lainnya.

Tindakan tersebut dapat berupa :
a. Berhenti bekerja secara bersama-sama, sebagian atau seluruhnya.
b. Berhenti bekerja dengan mogok lebih dahulu.
c. Memperlambat pekerja secara masal.
d. Tindakan-tindakan masal yang semuanya itu berakibat merugikan produksi dan
    pengusaha.



Sebab terjadinya pemogokan antara lain karena :
a. Perundingan antara pekerja dan pengusaha mengalami jalan buntu, prosedur
    Undang-undang nomor 22 tahun 1957 tidak diberlakukan dan pelanggaran peraturan
    perundangan lainnya,
b. Kesulitan dalam proses pembentukan serikat pekerja di dalam perusahaan.
c. Kurang peka dan tanggap masing-masing pihak terhadap aspirasi pihak lainnya.
d. Terjadinya salah pengertian kedua belah pihak.
e. Bersumber pada masalah-masalah intern dari pekerja dan pengusaha maupun
    masalah ekstern lainnya.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 8 tahun 1981 tanggal 21
Maret 1981 pasal 1 tentang perlindungan upah disebutkan bahwa upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang-undangan dan dibayarkan
atas dasar suatu perjanjian kerja antar pengusaha dengan buruh, termasuk tunjangan baik
untuk buruh sendiri maupun keluarganya.

Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor 8 tahun 1981 tanggal 21
Maret 1981 pasal 2 disebutkan hak-hak untuk menerima upah timbul pada saat adanya
hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja putus.

Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan itu harus berdasarkan izin dari Panitia
Daerah atau Panitia Pusat. PHK secara besar-besaran (massal) adalah PHK terhadap 10
orang pekerja atau lebih pada satu perusahaan dalam satu bulan atau terjadi rentetan PHK
yang dapat menggambarkan suatu itikad pengusaha untuk mengadakan PHK secara
besar-besaran.

Jika Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak dapat dihindarkan maka pengusaha
dan pekerja itu sendiri atau dengan serikat pekerja yang terdaftar di Departemen Tenaga
Kerja (Depnaker) apabila pekerja tersebut menjadi anggotanya, wajib memusyawarahkan
secara Bipartit untuk mencapai kesepakatan penyelesaian mengenai PHK tersebut
(Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia nomor : Per - 03 / Men / 1996
tanggal 14 Pebruari 1996 tentang penyelesaian pemutusan hubungan kerja dan penetapan
uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian di perusahaan swasta : pasal 10). Sementara
itu dalam pasal 25 dinyatakan bahwa : Dalam hal PHK massal karena perusahaan tutup,
besarnya uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian ditetapkan berdasarkan ketentuan
pasal-pasal tersebut diatas.

Walaupun pengusaha dan karyawan masing-masing memiliki senjata ampuh untuk menang dalam perselisihan, namun akan lebih baik kalau masing-masing menyadari bahwa dari awalnya pengusaha dan karyawan adalah merupakan mitra untuk dapat hidup bersama dan menikmati hasil bersama. Apa yang dihasilkan oleh perusahaan adalah merupakan hasil kerja tim pengusaha dan karyawan, dengan demikian pengusaha dan karyawan marupakan team work yang perlu diperhatikan dan dilestarikan. Oleh sebab itu dalam kerja tim pengusaha, pengusaha perlu memberikan empowerment kepada
karyawan. Empowerment merupakan pemberian kapasitas dan kewenangan untuk bertindak kepada karyawan dalam memecahkan masalah-masalah organisasi. Dan empowerment berarti memberikan delegasi terhadap daerah tertentuagar karyawan menghasilkan sesuatu, bukan hanya terhadap tugasnya. Kerja tim harus menemukan sendiri bagaimana para anggota tim dapat mencapai hasil terbaiknya dan secara terus menerus belajar bagaimana untuk mengerjakan sesuatu dengan selalu lebih baik.

            Kesejahteraan menjadi isu utama yang selalu didambakan pihak pekerja. Mereka ingin hidup dengan pendapatan yang baik sesuia dengan pekerjaan yang mereka lakukan. Kenaikan upah inilah yang terkadang menjadi tujuan utama mereka untuk berunjuk rasa. Karena kaitannya akan kelangsungan hidup mereka.Dalam Peraturan Pemerintah nomor 8 tahun 1981 Bab I pasal 1.a. : “Upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah/akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan, atau perundangundangan, dan dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara penguasaha dengan buruh termasuk tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya “.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang upah ada beberapa teori panduan (Apindo Jatim, 1986), yaitu :

1. Teori Upah Hukum Alam
Upah dikuasai oleh hukum alam yang tidak berubah. Upah buruh selalu berada pada titik standar biaya hidup dengan kekurangannya. Buruh harus menyerah pada nasib. Teori upah ini disebut pula teori Biaya Hidup (Living Standard Theory).

2. Teori Upah Hukum Besi
Teori upah hukum besi dikembangkan oleh Lassale. Ciri teori ini, pengupahan dalam
masyarakat sangat kejam. Buruh mendapatkan upah dalam batas harus dapat hidup,
sedangkan majikan harus dapat hidup berlebihan.

3. Teori Nilai Lebih dan Pemerasan (Theory of Surplus Value And Explotation).
Buruh adalah sumber nilai ekonomi. Nilai dari suatu barang adalah nilai dari jasa buruh bekerja atau dari jumlah waktu yang dipergunakan untuk memproduksi barang tersebut. Tiap buruh harus bekerja menurut kemampuannya dan tiap buruh memperoleh imbalan menurut kebutuhannya. Buruh harus bersatu merebut kapital dari majikan, menjadi milik bersama.

4. Teori Dana Upah (Warga Fund Theory)
Teori ini disebut juga teori persediaan upah. Cirinya adalah bahwa dalam masyarakat
telah tersedia dana sebagai uang muka dari majikan untuk membayar upah. Dana ini
merupakan sebagian dari biaya produksi. Upah rata-rata seorang buruh ditentukan dari
sejumlah dana upah dibagi jumlah buruh. Upah rata-rata akan naik bila dana upah naik
dan akan menjadi turun bila dana upah menurun. Teori ini dikembangkan dari buah
pemikiran Steward Mill Senior.

5. Teori Upah Sosial
Teori ini dalaksanakan di negara-negara sosialis dengan ciri bahwa upah ditentukan
semata-mata didasarkan atas kebutuhan buruh dari hasil karya sesuai kecakapannya
(from each according to his ability, to each according to his needs).

6. Teori Produktivitas Rates (Marginal Productivity Theory)
Teori ini merupakan pemikiran seorang kapitalis bernama John Bates Clark. Cirinya
adalah bahwa untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan, maka buruh diberi
upah senilai dengan pertambahan hasil marginalnya.

Di Indonesia pemerintah memberlakukan sistem upah yang layak, secara yuridis menurut Undang-undang Tenaga Kerja termasuk semua peraturan dan ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang secara operasional dijabarkan dalam azas-azas Hubungan Industrial Pancasila (HIP) dengan tujuan untuk mencapai azas mufakat, azas usaha bersama dan kekeluargaan, azas demokrasi, azas adil dan merata dan keseimbangan. Sistem pengupahan ini dapat dijabarkan dalam pengertian sebagai berikut:

Pertama : Setiap orang yang melakukan setiap pekerjaan yang sama nilainya, berhak
    atas upah yang sama yaitu upah yang menjamin kehidupannya beserta
    keluarganya, upah juga harus ditetapkan sesuai dengan sifat, bakat dan
    kecakapan buruh (pekerja) masing-masing.
Kedua :   Pengupahan yang layak bagi kemanusiaan tidak semata-mata diserahkan
    kepada rasa keluhuran (etika) dari pengusaha (majikan) saja, akan tetapi
    harus dijamin oleh penguasa (pemerintah) agar dilaksanakan oleh pengusaha
    (majikan) sebagai suatu kewajiban sosial.
Ketiga :   Buruh (pekerja) juga harus mempunyai kewajiban sosial di bidang
    pengupahan.

Dengan masih adanya kelemahan-kelemahan dalam pengupahan buruh (pekerja),
berdampak adanya getaran-getaran dari buruh dalam bentuk permohonan dan tuntutan
kepada pengusaha (majikan) untuk dapatnya memperoleh upah minimum sebesar upah
minimum yang sudah diatur oleh pemerintah. Dalam kondisi demikian terjadilah aksi
mogok bekerja dari buruh yang masih menerima dibawah upah minimum dengan maksud
agar pengusaha (majikan) menaruh perhatian untuk mematuhi peraturan pemerintah dapat membayar upah paling sedikit sebesar upah minimum sebagaimana yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah.

Analisis

Mengenai kebijaksanaan pemerintah tentang diberlakukannya upah minimum
sebenarnya adalah merupakan jaring pengaman untuk melindungi para buruh (pekerja)
dari pelaku pengusaha (majikan) agar tidak memberi upah yang amat rendah.

Memperhatikan kebijaksanaan pemerintah tentang penetapan upah minimum yang wajib dipatuhi oleh pengusaha (majikan) pada hakikatnya merupakan pemikiran moralis untuk mengentas kehidupan buruh (pekerja) agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar. Setiap manusia termasuk buruh (pekerja) mempunyai kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia pada hakekatnya bertingkat (Maslow). Kebutuhan utama disebut kebutuhan faal yaitu kebutuhan tentang sex, sandang, papan, pangan dan sebagainya. Setelah kebutuhan faal tercukupi manusia ingin mencukup kebutuhan keduanya yaitu kebutuhan keamanan sebagai upaya memperoleh perlindungan agar
diperoleh rasa aman, tenang, tenteram dan bebas dari segala gangguan.

Setelah kebutuhan keamanan dapat dicapai, maka manusia berupaya mencapai
kebutuhan ketiga yaitu kebutuhan sosial terdiri dari kebutuhan sayang-menyayangi,
kebutuhan tolong-menolong, kebutuhan gotong-royong dan sebagainya. Setelah
kebutuhan sosial terpenuhi, manusia ingin menikmati kebutuhan keempat yaitu
kebutuhan ego meliputi kebutuhan akan penghargaan, penghormatan, prestasi dan
sebagainya. Setelah kebutuhan ego tercukupi, manusia memburu kebutuhan kelima yaitu
kebutuhan realisasi diri dengan tujuan memperoleh kepuasan diri misalnya dibidang
pekerjaannya dalam bentuk mengembangkan karir, dalam bidang sosial ingin dikenal
masyarakat, dalam lingkungan warga menjadi panutan dan sebagainya.

Pada tingkat pencapaian kebutuhan realisasi diri, pengaruh matematis tidak banyak berperan. Teori Maslow merupakan konsep hidup dari manusia yang tidak dapat
dihindarkan. Misalnya seorang buruh (pekerja) pada awalnya bekerja dari rumah ke
tempat kerjanya berjalan kaki karena upahnya hanya cukup untuk membeli pakaian,
makan, dan sewa rumah. Setelah bekerja beberapa tahun dan upahnya naik, ternyata
sudah merasa lelah berjalan timbul keinginan sepeda sebagai sarana transportasi dari
rumah ke tempat kerjanya. Begitulah kebutuhan buruh (pekerja) selalu meningkat dan
meningkat terus menggunakan kondisi status jenjang karirnya ditempat bekerja yang
semakin mapan. Demikian kebutuhan selalu meningkat dan berjalan terus dalam siklus
perputaran : kebutuhan - usaha - perbuatan - tujuan - kepuasan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Para pengusaha (majikan) perlu mengerti dan memahami tentang kebutuhan manusia dan tingkatannya agar memiliki perhatian terhadap buruh (pekerja) nya, demikian pula buruh (pekerja) perlu menyadari terhadap kemampuan perusahaan sehingga tidak terjadi perbuatan mogok bekerja karena menuntut kenaikan upah. Masing-masing hendaknya menyadari bahwa pemogokan dapat mengakibatkan:

1. Pekerja kehilangan nafkah selama melakukan pemogokan.
2. Pengusaha mengalami gangguan target produksi yang menjurus kepada kerugian.
3. Perekonomian terganggu
4. Partnership menjadi rusak.
5. Ketahanan perusahaan dan ketahanan sosial terganggu.

Sebenarnya buruh (pekerja) tidak perlu melakukan mogok kerja menuntut kenaikan upah, karena hak ini dapat merugikan buruh (pekerja) sendiri dan perusahaan akan lebih baik kalau kenaikan upah dapat diperoleh secara kekeluargaan dan musyawarah. Mendapatkan buah yangmasak karena jatuh sendiri lebih baik dari pada harus menggoyah pohon dengan cara kasar, demikianlah lebih kurang kalimat filsafatnya. Andaikata dengan cara ini tidak mungkin didapat, lalui jalur pemerintah untuk mendapat perhatian, karena menurut peraturan lembaga ini memiliki kekuasaan dan tanggung jawab untuk memperingatkan pada pengusaha (majikan) yang nakal. Hendaknya pengusaha (majikan) dan buruh (pekerja) selalu berupaya mencegah terjadinya pemogokan dengan cara :

Dari pihak pengusaha :
a. Hendaknya dengan rasa terbuka bersedia menerima kehadiran Serikat Pekerja.
b. Tanggap terhadap kemampuan pekerja serta kesejahteraannya.
c. Memperhatikan pekerja lebih manusiawi dan mempelakukannya sebagai teman
    sekerja.
d. Memberikan forum komunikasi musyawarah pada pihak pekerja termasuk
    fasilitasnya.
e. Meningkatkan hubungan dengan serikat pekerja.

Dari pihak pekerja :
a. Hendaknya pimpinan basis Serikat Pekerja adalah pekerja yang komunikatif,
    dapat memahami berbagai masalah yang dihadapi oleh pengusaha dengan
    memanfaatkan forum komunikasi dan musyawarah dalam perusahaan.
b. Dapat mengendalikan diri dan segala sesuatunya dilakukan secara musyawarah.
c. Melepaskan diri dari sikap konfrontatif terhadap pengusaha, dan menghindari
    diri dari usaha-usaha destruktif.
d. Pekerja perlu bersatu dalam Serikat Pekerja.

DAFTAR PUSTAKA

Apindo DPD Jawa Timur. 1986. Bahan Training.

Arief S. 1986. Undang-undang Hukum Perburuhan Indonesia, Pustaka Tinta Mas,
Surabaya.

Jurusan Ekonomi Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra

Kompas. 6 April 1996. “Karyawan Citibank Unjuk Rasa”.

Kreitner, Robert. 2004. Organizational Behavior, McGraw Hill, America

Supomo, I. 1976. Hukum Perburuhan Bidang Aneka Putusan (P4). PT. Pradnya Paranita,
Jakarta.

----------. 10 Juni 1998. “Akibat Unjuk Rasa Karyawan PT. Maspion, Seorang Pekerja
dan 11 Petugas Dalmas Polres Gresik Mengalami Luka-Luka”.

Tunggal, I.S., dan A.W. Tunggal. Oktober, 1996. Ketenagakerjaan Baru di Indonesia .
Harvarindo. Jakarta.

Yayasan Trirpartit Nasional. Pedoman Pelaksanaan HIP. 1987.