LATAR BELAKANG
Unjuk rasa
karyawan telah terjadi di berbagai perusahaan, di berbagai tempat di
wilayah
Republik Indonesia, yang beritanya dapat dibaca di berbagai media cetak serta
yang dapat dilihat dan didengar melalui media elektronik televisi dan radio. Kasus-kasus
unjuk rasa karyawan perusahaan terkait erat dengan budaya organisasi yang
memperhatikan manusia sebagai sumber daya dan aset perusahaan dalam mencapai
tujuan dan mencari untung untuk kesejahteraan bersama yaitu pengusaha dan
seluruh karyawan yang sekaligus dapat diharapkan untuk kemakmuran masyarakat
disekitarnya dan seluruh bangsa Indonesia.
Para pengusaha dan
karyawan perusahaan perlu menyadari bahwa unjuk rasa
Para
walaupun tidak dilarang, namun berpengaruh bagi kelancaran
operasional bahkan merugikan usahanya. Para
pengusaha dan karyawan seyogyanya menghindari perilaku konfrontatif dan
destruktif, karena pengusaha dan karyawan merupakan mitra kerja yang seharusnya
selalu menggalang kerja sama yang erat dalam mengemban tugas perusahaan berjalan
seiring dan sejalan, berat sama dipikul, ringan sama dijinjing. Kalau pengusaha
dan karyawan perusahaan dapat rukun dalam bekerja dan dapat membagi keuntungan
yang tidak menimbulkan kesenjangan menurut kemampuan perusahaan, maka
sebenarnya unjuk rasa tidak perlu terjadi.
Krisis ekonomi yang melanda negara kita, berimbas
pada dunia usaha yang menjadi semakin lesu dan semakin memburuk. Kondisi
perusahaan dari hari ke hari semakin tidak menentu dan berdampak langsung pada
karyawan sebagai sumber daya manusia yang selama ini menopang lajunya
perusahaan.
Banyak perusahaan yang melakukan perampingan struktur
organisasi dengan cara
mengurangi unit kerja (biro, departemen, divisi) yang
dinilai tidak terlalu efektif dan
hanya memboroskan uang perusahaan. Akibatnya karyawan
terancam pemutusan
hubungan kerja (PHK). Pengurangan jam kerja dan sebagainya
sebagai upaya agar
perusahaan masih bisa terus berlanjut melakukan usahanya
walaupun kinerjanya
bagaikan kapal tak laik laut.
Sementara itu peraturan-peraturan yang mengatur
tentang tenaga kerja telah menyita perhatian yang cukup besar dari pemerintah,
terutama setelah masyarakat kita semakin lantang dalam menyuarakan haknya
melalui wakil-wakil rakyat maupun melalui
demonstrasi yang mereka lakukan.
Mengapa terjadi begitu banyak protes dari buruh atau
pekerja terhadap pemerintah ? Bila kita kaji lebih dalam ternyata masih
terlihat adanya penyelewengan atau ketidakadilan dalam pelaksanannya, padahal
tenaga kerja adalah salah satu faktor
terpenting dalam perusahaan yang perlu mendapatkan
perhatian khusus agar mereka
mendapatkan hak mereka dengan baik dan benar. Apabila
kebutuhan pekerja sudah
tercukupi, secara otomatis kinerja mereka akan menjadi
baik juga, dan hal ini pasti
menguntungkan perusahaan. Pemenuhan kebutuhan pekerja
tidak dapat dilepaskan dengan hak dan kewajiban.
Karyawan dapat menuntut haknya secara layak apabila mereka
telah melakukan
kewajibannya dengan baik. Demikian juga pemilik perusahaan
tidak bisa hanya
mengharapkan keuntungan sebesar-besarnya melalui
kesetiaan, kesungguhan, kejujuran
dan kerja keras dari karyawannya saja, tetapi pemilik atau
pemimpin perusahaan harus
memenuhi kewajibannya membayar secara layak kepada
karyawannya sehingga mereka
merasa senang dan tenteram bekerja diperusahaan.
Pada akhir-akhir ini sangat dirasakan oleh
masyarakat, adanya sikap karyawan atau pekerja di perusahaan yang seakan-akan
terkesan terlalu memaksakan kehendaknya
kepada pemilik/pimpinan perusahaan untuk membayar lebih
tinggi atau memberikan
berbagai tunjangan walaupun perusahaannya dalam keadaan
semakin kolap.
Demonstrasi yang semakin marak dilakukan oleh pekerja
dari hari ke hari terasa
semakin menyudutkan pihak pengusaha, banyak kalangan yang
menilai bahwa pengusaha
semakin tidak memperhatikan pekerja, menelantarkan pekerja
dan berusaha untuk
membayar pekerja dengan upah sekecil mungkin.
PERMASALAHAN
Memperhatikan latar belakang permasalahan unjuk rasa
di berbagai perusahaan, maka hal-hal yang menjadi pokok permasalahan dalam
penulisan yang berorientasi pada budaya organisasi ini dapat dirumuskan sebagai
berikut :
1. Apa hubungan unjuk rasa dengan budaya organisasi ?
2. Mengapa terjadi unjuk rasa ?
3. Bagaimana cara mengatasi unjuk rasa ?
4. Bagaimana peran pengusaha dan karyawan ?
PEMBAHASAN
1. Hubungan
Antara Unjuk Rasa Dengan Budaya Organisasi
Permasalahan unjuk rasa di perusahaan tidak dapat
dipisahkan dengan budaya
organisasi
karena dalam konsep budaya organisasi utamanya dari unsur budaya salah
satunya terfokus pada respons terhadap permasalahan yang menyangkut
tentang bentuk
adaptasi manusia, dan suatu cara-cara yang digunakan
sejumlah populasi manusia untuk
mengorganisasikan kehidupannya di bumi. Antara individu dan organisasi terdapat suatu analogi,
dimana individu merupakan ciptaan biologis dan organisasi merupakan ciptaan sosial.
Individu memiliki pengharapan hidup yang tidak terbatas dan siklus hidup yang berbasis
biologis, sedang organisasi tidak. Organisasi pecah terhimpun kembali, tumbuh dan
tenggelam, sedang individu mengenal keberagaman penguasaan, kepemimpinan, ekspansi
dan pencinta.
Dalam
kasus unjuk rasa di berbagai perusahaan, dalam teori dapat dipahami bahwa
budaya organisasi sama dengan budaya rejional. Pribadi yang sama dalam
organisasi yang berbeda akan bertindak dengan cara yang berbeda. Budaya organisasi
merupakan bagian dari jaringan budaya yang sedang berlaku. Dalam suatu tatanan
analisis, budaya organisasi adalah suatu macroculture yang memungkinkan identitas
budaya kelompok muncul. Dalam tatanan analisis lain, budaya organisasi adalah
sebuah micro yang lebih luas.
Rumusan tentang pengertian budaya organisasi adalah nilai-nilai
dominan yang didukung oleh organisasi, yang dapat menggambarkan tentang cara-cara
melakukan suatu pekerjaan di tempat tertentu serta asumsi kepercayaan dasar yang
terdapat di antara anggota organisasi. Budaya organisasi adalah suatu system pengertian
yang diterima bersama, yang mengaplikasikan adanya dimensi dan karakteristik
tertentu yang berhubungan secara erat dan interdependen.
Ciri -
ciri dari budaya organisasi adalah adanya : (1) Inisiatif individu, (2)
Toleransi
terhadap tindakan beresiko, (3) Arah organisasi yang jelas sasarannya, (4)
Integrasi, (5)
Dukungan dari manajemen, (6) Kontrol, (7) Identitas, (8) Sistem imbalan,
(9) Toleransi
terhadap konflik, (10) Pola-pola komunikasi.
Budaya
organisasi mempunyai sifat yang sama, yang memiliki sub budaya di dalam budaya
tertentu. Keseragaman dalam budaya organisasi, secara dominan mengungkapkan nilai
inti yang dipunyai bersama dari sebagian besar anggota organisasi. Sub budaya
pada organisasi cenderung berkembang pada organisasi-organisasi yang besar yang
mencerminkan masalah bersama situasi dan pengalaman yang dihadapi para anggota.
Apabila keseragaman tidak terlihat dominan yang ada hanya pengaruh budaya terhadap
keefektifan organisasi, sehingga konsistensi didalam perilaku kurang begitu
jelas.
Budaya
dalam organisasi dirasakan sebagai kekuatan inti yang dapat mempengaruhi perilaku
anggota organisasi serta dapat digerakkan dan diatur dengan baik sehingga kekuatan
organisasi dapat dirasakan bersama oleh seluruh komponen dalam organisasi bahkan
juga dapat dirasakan oleh lingkungan disekitar organisasi.
Yang
menjadi sumber daya organisasi adalah para pendiri, yang telah memiliki visi dan
misi sebagai wawasan menuju masa depan organisasi yang lebih baik. Oleh sebab
itu budaya organisasi yang telah membuat organisasi dikenal di masyarakat perlu
diperhatikan
dan disempurnakan melalui proses seleksi dan sosialisasi serta dipandu
dengan perilaku manajemen puncak secara nyata. Untuk
menyebar luaskan budaya
organisasi dapat ditempuh melalui kegiatan-kegiatan
ritual, dengan simbol material, dan
dengan bahasa.
Organisasi
dapat dikelola atau tidak, merupakan suatu teka-teki yang perlu dicari
pemecahannya. Bagi mereka yang berpendapat bahwa
organisasi dapat dikelola, akan
berupaya untuk dapatnya mengubah budaya-budaya organisasi
yang tidak sesuai dengan
tujuan perusahaan yang telah ditetapkan. Berbagai budaya
dalam organisasi perlu
diperbaiki dan disempurnakan misalnya : Perbaikan gaya kepemimpinan untuk
menangani pegawai yang tidak bermotivasi, atau membimbing
manejer untuk mendisain
kembali sistem kontrol yang tidak memadai. Bagi mereka
yang berpendapat bahwa
perusahaan tidak dapat dikelola, melihat bahwa organisasi
relatif stabil dan secara tidak
langsung menyatakan bahwa manajemen sukar untuk mengubah
organisasi yang relatif
sudah stabil.
organisasi antara lain adalah : (1) Terjadinya krisis yang
drastis, (2) Pergantian pimpinan,
(3) Tahap daur hidup, (4) Umur organisasi bersangkutan,
(5) Ukuran organisasi, (6)
Kekuatan budaya organisasi yang berlaku, (7) Tidak adanya
sub - budaya dalam
organisasi.
2. Tuntutan
Pekerja Terhadap Perusahaan.
Dalam masa
krisis ekonomi seperti sekarang ini, buruh tetap memiliki hak penuh atas upahnya.
Ada perusahaan tertentu yang mengambil kebijakan untuk menaikkan gaji
karyawan pada
level bawah dan pemotongan gaji untuk level atas atau staf direksi.
Kebijakan ini
diambil dengan memperhatikan kondisi saat ini, buruh harian atau pekerja
level bawah
dianggap lebih berat dalam menanggung biaya hidup sehari-hari.
Dalam
hukum perburuhan disebutkan bahwa buruh tidak kehilangan haknya atas upah yang
ditentukan menurut jangka waktu, jika ia telah bersedia melakukan pekerjaan
yang dijanjikan, tetapi pengusaha tidak menggunakannya, baik karena salahnya
sendiri maupun karena halangan yang kebetulan mengenai dirinya sendiri (KUH Per
pasal 1602d).
Dalam
krisis ekonomi, kasus PHK saat ini juga lagi menjadi sorotan karena begitu
banyak
perusahaan yang tidak mampu lagi mempekerjakan karyawannya. Dalam
perselisihan
yang terjadi antara pekerja dan pengusaha beberapa orang buruh bersama-sama dapat
menuntut majikan di muka Panitia Penyelesaian Perselisihan Perburuhan (P4). Seringkali
yang diajukan ke pengadilan adalah kasus antara pekerja dengan pihak
perusahaan. Pekerja seringkali merasa diberhentikan secara
sepihak. Perselisihan yang
terjadi seharusnya dapat diselesaikan secara kekeluargaan
oleh dua pihak yang berselisih.
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan oleh
perusahaan swasta tidak bisa
dilakukan dengan sewenang-wenang, ada peraturan yang
mengatur tentang pemutusan
hubungan kerja ini (UU no.12 tahun 1964). Perusahaan
swasta sebagai organisasi
komersial yang tujuan utamanya untuk melakukan kegiatan
usaha melalui sumber-sumber yang dia miliki juga memiliki ketentuan-ketentuan
untuk mengatur tentang tenaga kerja. Penerimaan tenaga kerja pada perusahaan
komersial atau swasta tentu berbeda dengan sistem penerimaan pegawai pada
perusahaan negara. Hal ini diatur dalam UU nomor 14 tahun 1969 tentang
ketentuan-ketentuan pokok mengenai tenaga kerja.
Kasus PT. Maspion sebagai perusahaan yang cukup besar
tidak mengadakan
pemutusan hubungan kerja ataupun memotong gaji
karyawannya, tetapi PT. Maspion
tetap membayar upah karyawannya seperti biasa. Walaupun
tidak ada PHK dan upah
tetap di bayar, di PT. Maspion tetap terjadi demonstrasi
secara besar-besaran yang
dilakukan oleh pekerja PT. Maspion sendiri. Demonstrasi
yang dilakukan berhari-hari
oleh para pekerja PT. Maspion sempat membuat repot pihak
keamanan maupun pihak
DPRD tingkat I Jatim, karena mereka mengadukan persoalan
mereka kesana.
Sebelumnya pimpinan PT. Maspion telah mengancam para
karyawan jika sampai 6 hari mereka tetap unjuk rasa dan tidak masuk kerja, maka
mereka terancam Pemutusan
Hubungan Kerja (PHK), namun pihak pekerja seakan tidak
gentar dengan ancaman ini,
mereka bahkan mengancam akan melakukan tindakan lain yang
lebih parah bila mereka
akan di PHK secara massal.
Gabungan dari pekerja PT. Maspion yang jumlahnya
sangat banyak, sangat
merepotkan aparat keamanan yang menjaga ketat dan
menghadang para pekerja yang
akan menuju kantor DPRD. Unjuk rasa yang dilakukan oleh
para pekerja PT. Maspion
unit I, II, III, IV dan V memecahkan rekor di Jatim, baik
dilihat dari segi jumlah pesertta
demonstrasi maupun lama unjuk rasa yang dilakukan oleh
para pekerja PT. Maspion.
Melihat situasi ini Kanwil Depnaker mengundang pihak
perusahaan dan wakil pekerja PT. Maspion untuk melakukan sidang P4D (Panitia
Penyelesaian Perselisihan Perburuhan Daerah). Didalam sidang P4D, pekerja
mengajukan syarat agar tidak diikuti oleh pihak SPSI, alasannya pengurus SPSI
di masing-masing unit PT. Maspion sudah tidak bias dipercaya lagi. Yang
dimaksud dengan pekerja adalah mereka yang mencari nafkah dengan melakukan
suatu pekerjaan tertentu yang berhak atas pekerjaan, penghasilan dan juga
perlakuan yang layak bagi kemanusiaan (UU nomor 14 tahun 1999, bab II pasal 3).
Demonstrasi yang dilakukan oleh pekerja tidak
sepenuhnya salah, karena pekerja juga mempunyai hak mogok, demonstrasi, dan
lock-out yang semuanya telah diatur dengan peraturan perundang-undangan.
Demonstrasi yang dilakukan oleh para pekerja harus tetap berada dalam jalur
yang benar.
Dalam buku Pedoman Pelaksanaan HIP ( 1987 ) mogok
adalah tindakan yang
dilakukan oleh pekerja terhadap pengusaha dengan tujuan
memaksa pengusaha atau
perusahaan untuk memenuhi tuntutan atau sebagai tindakan
solidaritas untuk teman
sekerja lainnya.
Tindakan tersebut
dapat berupa :
a. Berhenti bekerja secara bersama-sama, sebagian atau
seluruhnya.
b. Berhenti bekerja dengan mogok lebih dahulu.
c. Memperlambat pekerja secara masal.
d. Tindakan-tindakan masal yang semuanya itu berakibat
merugikan produksi dan
pengusaha.
Sebab terjadinya
pemogokan antara lain karena :
a. Perundingan antara pekerja dan pengusaha mengalami
jalan buntu, prosedur
Undang-undang
nomor 22 tahun 1957 tidak diberlakukan dan pelanggaran peraturan
perundangan
lainnya,
b. Kesulitan dalam proses pembentukan serikat pekerja di
dalam perusahaan.
c. Kurang peka dan tanggap masing-masing pihak terhadap
aspirasi pihak lainnya.
d. Terjadinya salah pengertian kedua belah pihak.
e. Bersumber pada masalah-masalah intern dari pekerja dan
pengusaha maupun
masalah ekstern
lainnya.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor
8 tahun 1981 tanggal 21
Maret 1981 pasal 1 tentang perlindungan upah disebutkan
bahwa upah adalah suatu penerimaan sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh
untuk suatu pekerjaan atau jasa yang telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau
dinilai dalam bentuk uang yang ditetapkan menurut suatu persetujuan atau
peraturan perundang-undangan dan dibayarkan
atas dasar suatu perjanjian kerja antar pengusaha dengan
buruh, termasuk tunjangan baik
untuk buruh sendiri maupun keluarganya.
Dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia nomor
8 tahun 1981 tanggal 21
Maret 1981 pasal 2 disebutkan hak-hak untuk menerima upah
timbul pada saat adanya
hubungan kerja dan berakhir pada saat hubungan kerja
putus.
Pemutusan hubungan kerja yang dilakukan itu harus
berdasarkan izin dari Panitia
Daerah atau Panitia Pusat. PHK secara besar-besaran
(massal) adalah PHK terhadap 10
orang pekerja atau lebih pada satu perusahaan dalam satu
bulan atau terjadi rentetan PHK
yang dapat menggambarkan suatu itikad pengusaha untuk
mengadakan PHK secara
besar-besaran.
Jika Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) tidak dapat
dihindarkan maka pengusaha
dan pekerja itu sendiri atau dengan serikat pekerja yang
terdaftar di Departemen Tenaga
Kerja (Depnaker) apabila pekerja tersebut menjadi
anggotanya, wajib memusyawarahkan
secara Bipartit untuk mencapai kesepakatan penyelesaian
mengenai PHK tersebut
(Peraturan Menteri Tenaga Kerja Republik Indonesia nomor
: Per - 03 / Men / 1996
tanggal 14 Pebruari 1996 tentang penyelesaian pemutusan
hubungan kerja dan penetapan
uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian di perusahaan
swasta : pasal 10). Sementara
itu dalam pasal 25 dinyatakan bahwa : Dalam hal PHK massal
karena perusahaan tutup,
besarnya uang pesangon, uang jasa dan ganti kerugian
ditetapkan berdasarkan ketentuan
pasal-pasal tersebut diatas.
Walaupun pengusaha dan karyawan masing-masing
memiliki senjata ampuh untuk menang dalam perselisihan, namun akan lebih baik
kalau masing-masing menyadari bahwa dari awalnya pengusaha dan karyawan adalah
merupakan mitra untuk dapat hidup bersama dan menikmati hasil bersama. Apa yang
dihasilkan oleh perusahaan adalah merupakan hasil kerja tim pengusaha dan
karyawan, dengan demikian pengusaha dan karyawan marupakan team work yang perlu
diperhatikan dan dilestarikan. Oleh sebab itu dalam kerja tim pengusaha,
pengusaha perlu memberikan empowerment kepada
karyawan. Empowerment merupakan pemberian kapasitas dan
kewenangan untuk bertindak kepada karyawan dalam memecahkan masalah-masalah
organisasi. Dan empowerment berarti memberikan delegasi terhadap daerah
tertentuagar karyawan menghasilkan sesuatu, bukan hanya terhadap tugasnya.
Kerja tim harus menemukan sendiri bagaimana para anggota tim dapat mencapai
hasil terbaiknya dan secara terus menerus belajar bagaimana untuk mengerjakan
sesuatu dengan selalu lebih baik.
Kesejahteraan
menjadi isu utama yang selalu didambakan pihak pekerja. Mereka ingin hidup
dengan pendapatan yang baik sesuia dengan pekerjaan yang mereka lakukan.
Kenaikan upah inilah yang terkadang menjadi tujuan utama mereka untuk berunjuk
rasa. Karena kaitannya akan kelangsungan hidup mereka.Dalam Peraturan
Pemerintah nomor 8 tahun 1981 Bab I pasal 1.a. : “Upah adalah suatu penerimaan
sebagai imbalan dari pengusaha kepada buruh untuk suatu pekerjaan atau jasa
yang telah/akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang
ditetapkan menurut suatu persetujuan, atau perundangundangan, dan dibayarkan
atas dasar suatu perjanjian kerja antara penguasaha dengan buruh termasuk
tunjangan baik untuk buruh sendiri maupun keluarganya “.
Untuk mengetahui lebih jelas tentang upah ada
beberapa teori panduan (Apindo Jatim, 1986), yaitu :
1. Teori Upah Hukum Alam
Upah dikuasai oleh hukum alam yang tidak berubah. Upah
buruh selalu berada pada titik standar biaya hidup dengan kekurangannya. Buruh
harus menyerah pada nasib. Teori upah ini disebut pula teori Biaya Hidup
(Living Standard Theory).
2. Teori Upah Hukum Besi
Teori upah hukum besi dikembangkan oleh Lassale. Ciri teori ini, pengupahan dalam
masyarakat
sangat kejam. Buruh mendapatkan upah dalam batas harus dapat hidup,
sedangkan majikan harus dapat hidup berlebihan.
3. Teori Nilai Lebih dan Pemerasan (Theory of Surplus
Value And Explotation).
Buruh adalah sumber nilai ekonomi. Nilai dari suatu barang
adalah nilai dari jasa buruh bekerja atau dari jumlah waktu yang dipergunakan
untuk memproduksi barang tersebut. Tiap buruh harus bekerja menurut
kemampuannya dan tiap buruh memperoleh imbalan menurut kebutuhannya. Buruh
harus bersatu merebut kapital dari majikan, menjadi milik bersama.
4. Teori Dana Upah (Warga Fund Theory)
Teori ini
disebut juga teori persediaan upah. Cirinya adalah bahwa dalam masyarakat
telah tersedia
dana sebagai uang muka dari majikan untuk membayar upah. Dana ini
merupakan
sebagian dari biaya produksi. Upah rata-rata seorang buruh ditentukan dari
sejumlah dana upah dibagi jumlah buruh. Upah rata-rata
akan naik bila dana upah naik
dan akan menjadi turun bila dana upah menurun. Teori ini
dikembangkan dari buah
pemikiran Steward Mill Senior.
5. Teori Upah Sosial
Teori ini dalaksanakan di negara-negara sosialis dengan
ciri bahwa upah ditentukan
semata-mata didasarkan atas kebutuhan buruh dari hasil
karya sesuai kecakapannya
(from each according to his ability, to each according
to his needs).
6. Teori Produktivitas Rates (Marginal Productivity
Theory)
Teori ini merupakan pemikiran seorang kapitalis bernama
John Bates Clark. Cirinya
adalah bahwa untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan,
maka buruh diberi
upah senilai dengan pertambahan hasil marginalnya.
Di Indonesia pemerintah memberlakukan sistem upah yang layak,
secara yuridis menurut Undang-undang Tenaga Kerja termasuk semua peraturan dan
ketentuan yang dikeluarkan oleh pemerintah yang secara operasional dijabarkan dalam
azas-azas Hubungan Industrial Pancasila (HIP) dengan tujuan untuk mencapai azas
mufakat, azas usaha bersama dan kekeluargaan, azas demokrasi, azas adil dan
merata dan keseimbangan. Sistem pengupahan ini dapat dijabarkan dalam
pengertian sebagai berikut:
Pertama : Setiap orang yang melakukan setiap pekerjaan
yang sama nilainya, berhak
atas upah
yang sama yaitu upah yang menjamin kehidupannya beserta
keluarganya,
upah juga harus ditetapkan sesuai dengan sifat, bakat dan
kecakapan
buruh (pekerja) masing-masing.
Kedua : Pengupahan
yang layak bagi kemanusiaan tidak semata-mata diserahkan
kepada rasa
keluhuran (etika) dari pengusaha (majikan) saja, akan tetapi
harus
dijamin oleh penguasa (pemerintah) agar dilaksanakan oleh pengusaha
(majikan)
sebagai suatu kewajiban sosial.
Ketiga : Buruh (pekerja) juga harus mempunyai kewajiban
sosial di bidang
pengupahan.
Dengan masih adanya kelemahan-kelemahan dalam
pengupahan buruh (pekerja),
berdampak adanya getaran-getaran dari buruh dalam bentuk
permohonan dan tuntutan
kepada pengusaha (majikan) untuk dapatnya memperoleh upah
minimum sebesar upah
minimum yang sudah diatur oleh pemerintah. Dalam kondisi
demikian terjadilah aksi
mogok bekerja dari buruh yang masih menerima dibawah upah
minimum dengan maksud
agar pengusaha (majikan) menaruh perhatian untuk mematuhi
peraturan pemerintah dapat membayar upah paling sedikit sebesar upah minimum
sebagaimana yang sudah
ditetapkan oleh pemerintah.
Analisis
Mengenai kebijaksanaan pemerintah tentang
diberlakukannya upah minimum
sebenarnya adalah merupakan jaring pengaman untuk
melindungi para buruh (pekerja)
dari pelaku pengusaha (majikan) agar tidak memberi upah
yang amat rendah.
Memperhatikan kebijaksanaan pemerintah tentang
penetapan upah minimum yang wajib dipatuhi oleh pengusaha (majikan) pada
hakikatnya merupakan pemikiran moralis untuk mengentas kehidupan buruh
(pekerja) agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya secara wajar. Setiap manusia
termasuk buruh (pekerja) mempunyai kebutuhan dalam hidupnya. Kebutuhan manusia
pada hakekatnya bertingkat (Maslow). Kebutuhan utama disebut kebutuhan faal
yaitu kebutuhan tentang sex, sandang, papan, pangan dan sebagainya. Setelah
kebutuhan faal tercukupi manusia ingin mencukup kebutuhan keduanya yaitu
kebutuhan keamanan sebagai upaya memperoleh perlindungan agar
diperoleh rasa aman, tenang, tenteram dan bebas dari
segala gangguan.
Setelah kebutuhan keamanan dapat dicapai, maka
manusia berupaya mencapai
kebutuhan ketiga yaitu kebutuhan sosial terdiri dari
kebutuhan sayang-menyayangi,
kebutuhan tolong-menolong, kebutuhan gotong-royong dan
sebagainya. Setelah
kebutuhan sosial terpenuhi, manusia ingin menikmati
kebutuhan keempat yaitu
kebutuhan ego meliputi kebutuhan akan penghargaan,
penghormatan, prestasi dan
sebagainya. Setelah kebutuhan ego tercukupi, manusia
memburu kebutuhan kelima yaitu
kebutuhan realisasi diri dengan tujuan memperoleh kepuasan
diri misalnya dibidang
pekerjaannya dalam bentuk mengembangkan karir, dalam
bidang sosial ingin dikenal
masyarakat, dalam lingkungan warga menjadi panutan dan
sebagainya.
Pada tingkat pencapaian kebutuhan realisasi diri,
pengaruh matematis tidak banyak berperan. Teori Maslow merupakan konsep hidup
dari manusia yang tidak dapat
dihindarkan. Misalnya seorang buruh (pekerja) pada awalnya
bekerja dari rumah ke
tempat kerjanya berjalan kaki karena upahnya hanya cukup
untuk membeli pakaian,
makan, dan sewa rumah. Setelah bekerja beberapa tahun dan
upahnya naik, ternyata
sudah merasa lelah berjalan timbul keinginan sepeda
sebagai sarana transportasi dari
rumah ke tempat kerjanya. Begitulah kebutuhan buruh
(pekerja) selalu meningkat dan
meningkat terus menggunakan kondisi status jenjang
karirnya ditempat bekerja yang
semakin mapan. Demikian kebutuhan selalu meningkat dan
berjalan terus dalam siklus
perputaran : kebutuhan - usaha - perbuatan - tujuan -
kepuasan.
KESIMPULAN DAN SARAN
1. Pekerja kehilangan nafkah selama melakukan pemogokan.
2. Pengusaha mengalami gangguan target produksi yang
menjurus kepada kerugian.
3. Perekonomian terganggu
4. Partnership menjadi rusak.
5. Ketahanan perusahaan dan ketahanan sosial terganggu.
Sebenarnya buruh (pekerja) tidak perlu melakukan
mogok kerja menuntut kenaikan upah, karena hak ini dapat merugikan buruh
(pekerja) sendiri dan perusahaan akan lebih baik kalau kenaikan upah dapat
diperoleh secara kekeluargaan dan musyawarah. Mendapatkan buah yangmasak karena
jatuh sendiri lebih baik dari pada harus menggoyah pohon dengan cara kasar,
demikianlah lebih kurang kalimat filsafatnya. Andaikata dengan cara ini tidak
mungkin didapat, lalui jalur pemerintah untuk mendapat perhatian, karena
menurut peraturan lembaga ini memiliki kekuasaan dan tanggung jawab untuk memperingatkan
pada pengusaha (majikan) yang nakal. Hendaknya pengusaha (majikan) dan buruh
(pekerja) selalu berupaya mencegah terjadinya pemogokan dengan cara :
Dari pihak
pengusaha :
a. Hendaknya dengan rasa terbuka bersedia menerima
kehadiran Serikat Pekerja.
b. Tanggap terhadap kemampuan pekerja serta
kesejahteraannya.
c. Memperhatikan pekerja lebih manusiawi dan mempelakukannya
sebagai teman
sekerja.
d. Memberikan forum komunikasi musyawarah pada pihak
pekerja termasuk
fasilitasnya.
e. Meningkatkan hubungan dengan serikat pekerja.
Dari pihak
pekerja :
a. Hendaknya pimpinan basis Serikat Pekerja adalah pekerja
yang komunikatif,
dapat memahami
berbagai masalah yang dihadapi oleh pengusaha dengan
memanfaatkan
forum komunikasi dan musyawarah dalam perusahaan.
b. Dapat mengendalikan diri dan segala sesuatunya
dilakukan secara musyawarah.
c. Melepaskan diri dari sikap konfrontatif terhadap
pengusaha, dan menghindari
diri dari usaha-usaha destruktif.
d. Pekerja perlu bersatu dalam Serikat Pekerja.
DAFTAR PUSTAKA
Apindo DPD Jawa Timur. 1986. Bahan Training.
Arief S. 1986. Undang-undang Hukum Perburuhan Indonesia ,
Pustaka Tinta Mas,
Jurusan Ekonomi
Manajemen, Fakultas Ekonomi – Universitas Kristen Petra
Kompas. 6
April 1996 . “Karyawan Citibank Unjuk Rasa”.
Kreitner, Robert. 2004. Organizational Behavior, McGraw
Hill , America
Supomo, I. 1976. Hukum
Perburuhan Bidang Aneka Putusan (P4). PT. Pradnya Paranita,
Jakarta.
----------. 10
Juni 1998. “Akibat Unjuk Rasa Karyawan PT. Maspion, Seorang Pekerja
dan 11 Petugas Dalmas Polres Gresik Mengalami
Luka-Luka”.
Tunggal, I.S., dan A.W. Tunggal. Oktober, 1996. Ketenagakerjaan
Baru di Indonesia .
Harvarindo. Jakarta .
Yayasan Trirpartit
Nasional. Pedoman Pelaksanaan HIP. 1987.